Tulisanku Menjadi Sepeda Baru

 

Foto: Dokumen Pribadi

Sejak duduk di bangku SMP, saya sangat menyukai menulis. Pernah beberapa kali menulis cerpen dan puisi. Tapi belum  pernah sekalipun percaya diri menunjukkan pada orang lain. Pernah juga menulis bareng teman-teman bermain, mulai dari cerita sehari-hari masing-masing, cerita horor ala kami, cerita lucu dan sebgainya. Semua tulisan itu kami bendel menjadi satu, Yang kemudian setalah dewasa baru saya paham itu disebut antologi.

Sampai beberapa waktu lalu, saya mencoba ikut salah satu event menulis cerpen Islami untuk guru-guru se-kabupaten Kediri. Dari awal berniat mengikuti event ini hanya berniat ingin mencoba membuka diri untuk lebih percaya dengan hasil tulisan sendiri sekaligus belajar berliterasi. Sebab, saat ini pemerintah  sedang menggalakkan literasi di dunia pendidikan.

Dari beberapa tema yang disajikan, saya memilih tema Madrasah. Dalam cerpen itu saya menggabungkan pengalaman pribadi saya dengan kisah salah satu anak didik saya. Kebetulan waktu itu dunia pendidikan sedang murung karena pandemi. Kemudian saya mencoba menggabungkan semua latar itu menjadi sebuah cerpen berjudul "Bahasa Rindu Biru Putih".

Pada saat yang hampir bersamaan, saya sedang mengikuti pelatihan kepenulisan tentang cerita Islami yang disebut CERIS. Mungkin sebab itulah saya menjadi lebih percaya diri untuk turut serta dalam event tersebut. Juga karena motifasi dan dorongan dari rekan-rekan guru agar saya serius berliterasi kemudian menularkan ilmunya ke peserta didik.

Setelah saya mengirimkan tulisan saya, saya membuang jauh-jauh keinginan memenangkan event tersebut hingga hilang sama sekali. Karena saya memang tidak mengharapkan sejauh itu. Cukup puas bagi saya berhasil lebih percaya diri untuk mengirimkan karya itu. Pun sampai hari pengumuman saya sama sekali tidak ingat untuk melihat hasilnya. 

Sampai akhirnya kepala Madrasah tempat saya mengajar memberikan kabar bahwa beliau mendapat telfon yang ternyata dari panitia lomba tersebut. Beliau mengabarkan bahwa tulisan saya berada di peringkat ketiga. Antar percaya dan tidak waktu kepala Madrasah mengabarkannya pada saya. Beliau pun meyakinkan saya dengan kalimatnya "coba untuk apa saya harus ngeprank jenengan, Bu. Ini serius. InsyaAllah besok saya kesana untuk mengambil hadiah dan piagamnya".

MasyaAllah, Alhamdulillah. Saya benar-benar gemetar dan hanya bisa tersenyum lebar. Ternyata percaya diri dalam menulis itu penting. Dengannya kita bisa lebih berkembang untuk terus belajar menulis.

Nominal dari balik amplop yang saya terima adalah Rp. 500.000. Tapi sekali lagi, bukan nominal itu yang membuat saya bersyukur berkali-kali. Tapi karena saya berhasil mempercayai tulisan saya sendiri dan justru malalui tulisan yang sebelumnya tidak saya percaya itulah saya bisa membelikan hadiah sepeda pertama kalinya untuk putri saya. 

Senang sekali rasanya...
Semoga menjadi inspirasi...
Salam Literasi...

Komentar